Tabla de Contenidos
Determinisme lingkungan atau determinisme geografis adalah teori geografi yang dikembangkan pada akhir abad ke-19, sebagai salah satu pendekatan berbeda yang mendukung penjelasan perkembangan masyarakat dan budaya. Meskipun sangat berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, fondasinya telah diperdebatkan dan kehilangan relevansinya dalam beberapa dekade terakhir.
Determinisme lingkungan didasarkan pada hipotesis bahwa lingkungan, melalui kecelakaan, peristiwa geografis, dan iklim, menentukan bentuk perkembangan masyarakat. Dia berpendapat bahwa faktor ekologis, iklim dan geografis adalah faktor utama yang bertanggung jawab atas konstruksi budaya dan keputusan yang dibuat oleh kelompok manusia; ia juga berpendapat bahwa kondisi sosial tidak memiliki dampak yang signifikan. Menurut teori ini, karakteristik fisik daerah tempat berkembangnya kelompok manusia, seperti iklim, memiliki pengaruh yang menentukan pada perspektif psikologis orang-orang tersebut. Perspektif yang berbeda meluas ke populasi secara keseluruhan dan menentukan perilaku umum dan perkembangan budaya masyarakat.
Contoh penalaran yang didukung oleh hipotesis ini adalah pernyataan bahwa populasi yang berkembang di daerah tropis memiliki tingkat perkembangan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang mendiami iklim dingin. Kondisi terbaik untuk bertahan hidup di lingkungan yang hangat tidak memotivasi populasi yang tinggal di sana untuk berkembang, sedangkan kondisi lingkungan yang lebih ketat menuntut upaya masyarakat untuk perkembangannya. Contoh lain adalah penjelasan tentang perbedaan komunitas pulau sehubungan dengan komunitas kontinental dalam isolasi geografis.
Latar belakang
Meskipun determinisme lingkungan adalah teori yang relatif baru, beberapa gagasannya telah dikembangkan sejak zaman kuno. Misalnya, Strabo, Plato, dan Aristoteles menggunakan faktor iklim untuk mencoba menjelaskan mengapa masyarakat Yunani awal lebih berkembang daripada masyarakat lain yang menghuni iklim yang lebih hangat atau lebih dingin. Aristoteles mengembangkan sistem klasifikasi iklim untuk menjelaskan batasan pemukiman manusia di wilayah tertentu.
Tidak hanya berusaha menjelaskan sebab-sebab perkembangan masyarakat melalui argumentasi determinisme lingkungan, tetapi juga berusaha mencari asal-usul ciri-ciri fisik penduduk. Al-Jahiz, seorang intelektual Arab asal Afrika, mengaitkan perbedaan warna kulit dengan faktor lingkungan. Al-Jahiz, pada abad ke-9, mengusulkan beberapa ide tentang perubahan spesies, menegaskan bahwa hewan berubah sebagai hasil perjuangan untuk eksistensi dan adaptasi terhadap faktor-faktor seperti iklim dan pola makan yang dimodifikasi oleh migrasi, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan dalam perkembangan organ.
Ibnu Khaldoun diakui sebagai salah satu pemikir pertama yang meletakkan dasar determinisme lingkungan. Ibnu Khaldoun lahir di Tunisia pada tahun 1332 dan dianggap sebagai pendiri beberapa disiplin ilmu sosial modern.
Perkembangan determinisme lingkungan
Determinisme lingkungan dikembangkan pada akhir abad ke-19 oleh ahli geografi Jerman Friedrich Rätzel, mengulang kembali konsepsi sebelumnya, mengambil gagasan yang dipaparkan dalam Origin of the species of the species oleh Charles Darwin. Karyanya sangat dipengaruhi oleh biologi evolusioner dan pengaruh lingkungan terhadap evolusi budaya kelompok manusia. Teori ini menjadi populer di Amerika Serikat pada awal abad ke-20 ketika Ellen Churchill Semple, seorang mahasiswa Rätzel dan seorang profesor di Universitas Clark di Worchester, Massachusetts, menguraikannya di universitas.
Ellsworth Huntington, murid Rätzel lainnya, menyebarkan teori ini bersamaan dengan Ellen Semple. Di awal abad ke-20; Karya Huntington melahirkan varian teori yang disebut determinisme iklim. Varian ini berpendapat bahwa perkembangan ekonomi suatu negara dapat diprediksi berdasarkan jaraknya dari khatulistiwa. Dia mengklaim bahwa iklim sedang dengan musim tanam yang pendek merangsang pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan efisiensi. Di sisi lain, kemudahan bercocok tanam di daerah tropis menjadi kendala bagi perkembangan masyarakat yang menetap di sana.
Penurunan determinisme lingkungan
Teori determinisme lingkungan mulai menurun pada tahun 1920-an, karena kesimpulan yang diambilnya ternyata tidak benar, dan klaimnya sering dianggap rasis dan melanggengkan imperialisme.
Salah satu pengkritik determinisme lingkungan adalah ahli geografi Amerika Carl Sauer. Dia mengklaim bahwa teori tersebut mengarah pada generalisasi tentang perkembangan budaya yang tidak mengakui masukan yang diperoleh dari pengamatan langsung atau metode penelitian lainnya. Dari kritiknya dan para ahli geografi lainnya, dikembangkan teori-teori alternatif, seperti possibilisme lingkungan, yang diajukan oleh ahli geografi Perancis Paul Vidal de la Blanche.
Posibilisme lingkungan mengemukakan bahwa lingkungan membatasi perkembangan budaya tetapi tidak mendefinisikan budaya. Sebaliknya, budaya ditentukan oleh peluang dan keputusan yang dibuat manusia sebagai tanggapan atas interaksi mereka dengan kendala yang ditempatkan pada mereka.
Determinisme lingkungan digantikan oleh teori possibilisme lingkungan pada 1950-an, sehingga mengakhiri keunggulannya sebagai teori pusat geografi pada awal abad ke-20. Meskipun determinisme lingkungan adalah teori yang sudah ketinggalan zaman, itu adalah langkah penting dalam sejarah geografi, yang mewakili upaya para ahli geografi pertama untuk menjelaskan proses perkembangan kelompok manusia.
Sumber
Ilton Jardim de Carvalho Junior. Dua mitos tentang determinisme iklim/lingkungan dalam sejarah pemikiran geografi . Universitas São Paulo, Brasil, 2011.
Berlian Jared. Senjata, Kuman, dan Baja: Nasib Masyarakat Manusia . Depocket, Rumah Acak Penguin, 2016.